Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI ANDOOLO
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2021/PN Adl HARDIKNAS TOMBILI, S.H Alias DIKI KAPOLRI Cq KAPOLDA SULTRA Cq POLRES KONSEL Cq POLSEK LAINEA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 10 Nov. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2021/PN Adl
Tanggal Surat Rabu, 10 Nov. 2021
Nomor Surat 4/Pid.Pra/2021/PN Adl
Pemohon
NoNama
1HARDIKNAS TOMBILI, S.H Alias DIKI
Termohon
NoNama
1KAPOLRI Cq KAPOLDA SULTRA Cq POLRES KONSEL Cq POLSEK LAINEA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

 

JalanMekar No.12, KelurahanKadia, KecamatanKadia,

Kota Kendari,Provinsi Sulawesi Tenggara

Tlp/Hp: 082189615156, E-mail:oldiottokai@gmail.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

 

 

ATAS NAMA PEMOHON

 

 

HARDIKNAS TOMBILI, S.H Alias DIKI

                                                         

 

Terhadap

 

Penetapan sebagai Tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana Subs. Pasal 406 Ayat (1) KUHPidana

 

 

Melawan

 

 

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGGARA Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT KONAWE SELATAN Cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR LAINEA

 

 

Oleh :

 

ADVOKAT DAN KONSULTAN HUKUM PADA KANTOR PENGACARA

 

OLDI OTTO & ASSOCIATES LAW FIRM

 

 

Kendari, 10 November 2021

 

Kepada Yth

 

KETUA PENGADILAN NEGERI ANDOOLO

 

Di

  Andoolo

 

 

 

Dengan Hormat,

 

Yang bertanda tangan di bawah ini :

 

 

OLDI APRIANTO, SH. IRAIDIN, SH.,SIDHIK NURMANJAYA, SH. FITRA MASALISI, SH., ARLI ZULKARNAEN, SH., ALFAN PATHRIANSYAH MASAGALA, SH, MH.,AHMAD FAIRIN, SH., TULUS BUDI SANTOSO, SH., Para advokat pada Kantor OLDI OTTO & ASSOCIATES LAW FIRM yang beralamat Jalan Mekar No. 12, Kelurahan Kadia, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor : 056/Pid/SKK-02-LF/XI/2021 tertanggal 6 November 2021 bertindak untuk dan atas nama :

 

 

HARDIKNAS TOMBILI, S.H Alias DIKI Kewarganegaraan Indonesia, lahir di Rambu-rambu, 02 Mei 1986, Jenis Kelamin Laki-Laki, Agama Islam, Status Perkawinan Menikah, Pekerjaan Wiraswasta Alamat Desa Rambu-rambu, Kecamatan Laeya, Konawe Selatan.

 

Dalam hal ini memilih domisili hukum di Jalan Mekar No.12, Kelurahan Kadia, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON

 

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Praperadilan  terhadap :

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGGARA Cq. KEPALA KEPOLISIAN RESORT KONAWE SELATAN Cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR LAINEA, yang beralamat di Jalan Nepulu Nomor 398, Kecamatan Punggaluku, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, untuk selanjutnya di sebut sebagai TERMOHON

 

Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. MENGENAI DASAR HUKUM

 

  1. Bahwa keberadaan Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk (ic.Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini Pemohon;

 

  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;

 

  1. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;

 

 

  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran baru tentang Frasa, bukti permulaan yang cukup' dan memperluas objek praperadilan sebagaimana dalam Putusannya Nomor : 21/PUU-XII/2015 tanggal 28 April 2015 yang amar putusannya berbunyi :

 

 

Mengadili,

Menyatakan:

 

  1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian:
    1. Frasa'bukti permulaan yang cukup" dan'bukti yang cukup' sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomar 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Repubtik lndonesia Tahun 1981, Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik lndanesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Repubtik lndonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan "bukti yang cukup” adalah minimal dua alat buktiyang termuat dalam pasal 184 Undang- Undang Nomor B tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    2. Frasa "bukti permulaan yang cukup" dan “bukti yang cukup" sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1981, Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomar 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa "bukti permulaan", "bukti permulaan yang cukup' dan "bukti yang cukup" adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1981, Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;
    4. Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor I tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1981, Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;
  2. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya;
  3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik lndonesia sebagaimana mestinya;

 

  1. Bahwa dengan demikian jelas berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan;

 

  1. MENGENAI KOMPETENSI PENGADILAN NEGERI ANDOOLO

 

  1. Bahwa berdasarkan Undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, sebagaimana ketentuanPasal 77 yang berbunyi: “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini tentang”:
  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan atau penghentian penuntutan
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasibagi seseora ng yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

  1. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan praperadilan untuk menguji sah tidaknya tindakan Termohon dalam melakukan penetapan tersangka terhadap Pemohon sebagaiamana perluasan objek Praperadilan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2015 dan bukan untuk mengujitindak pidana yang disangkakan;

 

  1. Bahwa Penetapan Tersangka pemohon dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan sehingga sudah tepat apabila pemohon mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Andoolo;

 

  1. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. TIDAK PERNAH ADANYA ATAU DILAKSANAKAN PROSES GELAR PERKARA SETELAH DILAKUKAN PROSES PENYELIDIKAN TERHADAP PERKARA A QUO

 

  1. Bahwa setelah terbitnya Laporan Polisi Nomor : LP/B/17/VII/2021/SPKT/POLSEK LAINEA/RES KONSEL/POLDA SULTRA, tanggal 11 Juli 2021 atas dugaan Tindak Pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana Subs. Pasal 406 Ayat (1) KUHPidana, selanjutnya Termohon mengeluarkan surat perintah Penyelidikan dengan nomor : Sp.Lidik/      /VII/2021/Reskrim tertanggal 17 Juli 2021yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Wawancara Pemohon(Bukti-P1), namun anehnya surat perintah Penyelidikan yang dibuat dan diterbitkan oleh Termohon tidak memuat dan terdapat kekosongan “nomor”, sehingga secara hukum atas surat perintah Penyelidikan tersebut patut dinyatakan cacat secara admistratif dan tidak berkekuatan hukum;
  2. Bahwa setelah keluarnya surat perintah Penyelidikan dengan nomor : Sp.Lidik/      /VII/2021/Reskrim tertanggal 17 Juli 2021, kemudian Pemohon dalam proses penyelidikan tersebut diperiksa dan dimintai keteranganya yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Wawancara Pemohon(Bukti-P1) pada pukul 14.30 WITA tertanggal 11 Agustus 2021 bertempat di Kepolisian Sektor Lainea;
  3. Bahwa selanjutnya Termohon mengeluarkan dan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim tertanggal 22 September 2021 dengan alasan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, kemudian pada tanggal 25 September 2021 Termohon membuat Surat Panggilan pertama Nomor : Sp.gil/24/IX/2021/Reskrim (Bukti-P2) dan Surat Panggilan kedua Nomor : Sp.gil/84/IX/2021/Reskrim tertanggal 30 September 2021(Bukti-P3) terhadap Pemohon dengan kekedudukanya sebagai (Saksi) dalam perkara aquo;
  4. Bahwadari penjelasan Poin 12 di atas seharusnya makanisme/manejemen yang dilakukan Termohon dalam menangani perkara a quo, sebelum mengeluarkan atau menerbitkan  Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim tertanggal 22 September 2021, terlebih dahulu Termohon harus melakukan proses gelar perkara untuk menentukan apakah perkara aquo bisa di naikan dari tahap penyelidikan menuju tahap penyidikan yang secara subtantif untuk menentukan perbuatan tersebut apakah merupakan suatu tindak pidana atau bukan tindak pidana dan oleh karena Pemohon telah diperiksa yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Wawancara pada pukul 14.30 WITA tertanggal 11 Agustus 2021 dan proses gelar perkara setelah dilakukan penyelidikan adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh Termohon sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 2 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi :
  5.  

a. Tindak Pidana; atau

  1. . Bukan tindak Pidana”;

 

Ayat Hasil gelar perkara yang memutuskan :

 

  1. merupakan tindak pidana, dilanjutkan ke tahap penyidikan.

 

  1. Bahwafaktanya berdasarkan surat pemberitahuan penetapan tersangka Pemohon Nomor : B/10.a/XI/2021/Reskrim, proses gelar perkara hasil penyelidikan tidak pernah dilakukan dan dilaksanakan oleh Termohon barulah pada tanggal 29 Oktober 2021 proses gelar perkara penetapan tersangka Pemohon dilaksanakan setelah dikeluarkanya Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim tertanggal 22 September 2021 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor : B/06/IX/2021/Reskrim tertanggal 28 September 2021, tentunya hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 9 ayat 1 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;
  2. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan proses gelar perkara merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Berkenaan dengan perkara aquo Pemohon tidak pernah dilaksanakanproses gelar perkara hasil penyelidikan, maka dapat dikatakan penetapan tersangka Pemohon dinyatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

 

 

  1. PEMOHON ATAUPUN KELUARGANYA TIDAK PERNA DIBERIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAI PENYIDIKAN (SPDP) OLEH TERMOHON

 

  1. Bahwa Termohon menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan Nomor : B /06/IX/2021/Reskrim, tertanggal 28 September 2021, hal ini diketahui Pemohon berdasarkan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor : B/10.a/XI/2021/Reskrim tertanggal 2 November 2021 yang dikirimkan oleh Termohon kepada Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan(Bukti-P4);
  2. Bahwafaktanya mulai dari diterbitkanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim oleh Termohon tertanggal 28 September 2021 dan sampai hari ini, Pemohon ataupun keluarganyasama sekali tidak perna menerima ataupun diberikan temusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)oleh Termohon;
  3. Bahwa sudah jelas sebagaimana yang atur Pasal 13 ayat (3) Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi : “ Setelah Surat Perintah Penyidikan diterbitkan, dibuat SPDP ”;
  4. Bahwa seharusnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) secara prosedural harus diberikan kepada Pemohon paling lambat 7 hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan, dimana  surat perintah penyidikan diterbitkan oleh Termohon pada tanggal 22 September 2021 dengan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim, sebagaimana Pasal 14 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi : “ SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirimkan kepada penuntut umu, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan”;
  5. Bahwaselanjutnya juga ditegaskan dalam Putusan No. 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 yang amarnya Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada puntut umum” tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.”;
  6. Dengan demikian oleh karena Termohon tidak perna memberikan salinan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon ataupun keluarganya sebagaimana Putusan No. 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017  dan Pasal 13 dan 14 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana maka penetapan Pemohon sebagai Tersangkatidak sah dan tidak berdasar hukumserta cacat secara prosedural;

 

  1. GELAR PERKARA PENETAPAN TERSANGKA YANG DILAKUKAN TERMOHON ATAS PERKARA A QUO SANGAT DIPAKSAKAN DAN TERLALU PREMATUR SERTA CACAT SECARA PROSEDURAL

 

  1. Bahwa Termohon mengelurakan surat perintah penyidikan Nomor : SP.Sidik/06/IX/2021/ Reskrimtertanggal22 September 2021, selanjutnya ditanggal 28 September mengelurakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan nomor : B/06/IX/2021, setelahnya ditanggal 29 Oktober 2021 Termohon melakukan gelar perkara penetapan tersangka terhadap perkara a quo yang seluruhnya diuraikan dalam surat pemberitahuan penetapan tersangka Nomor : B/10.a/XI/2021/Reskrim (Bukti P-4);
  2. Bahwa dari manajemen penyidikan tentang penanganan perkara yang dilakukan Termohon mulai dari terbitnya surat perintah penyidikan sampai dengan gelar perkara penetapan tersangka sebagaimana poin 21 di atas, sangatlah bertentangan  dan melangkahistrukturisasi manejemen penyidikan tindak pidana yang ditentukan dalam Perkap Nomor 6 tahun 2021;
  3. Bahwa seharusnya setelah dikeluarkan surat perintah penyidikan Nomor :SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim tertanggal22 September 2021 oleh Termohon, selanjutnya menajemen penyidikan yang dilakukan atas perkara a quo yaitu melakukan gelar perkara untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka, sehingga barulah setelah itu Termohon menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat 2 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana SPDP paling sedikit memuat:
  1. Dasar penyidikan berupa laporan polisi dan surat perintah penyidikan;
  2. Waktu dimulainya penyidikan;
  3. Jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak pidana yang disidik;
  4. Identitas tersangka; dan
  5. Identitas pejabat yang menandatangani SPDP;

 

  1. Menjadi sebuah tanda tanya ??? bagi Pemohon, bagaimana bisa Termohon lebih dulu mengeluarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan nomor : B/06/IX/2021(Bukti P-4) sedangkan belum ada proses gelar penetapan tersangka yang dilakukan oleh Termohon atas perkar a quo;
  2. Bahwa sebagai pembanding atas surat pemberitahuan penetapan tersangka Nomor : B/10.a/XI/2021/ReskrimTermohon (Bukti P-4), berkaitan dengan strukturisasi manejemen penyidikan tindak pidana yang ditentukan dalam Perkap Nomor 6 tahun 2019 yaitu surat ketetapan nomor : S.Tap/06/IX/2020/Reskrim (Bukti P-5)yang diterbitkan oleh Kepolisian Sektor Palangga Selatan pada poin Dasar angka 5 dan angka 6 berbunyi : “

(5). Surat perintah penyidikan nomor :Sp. Sidik/05/IX/2020/Reskrim, tanggal 17 september 2020;

(6). Gelar Perkara tanggal 16 September 2020 tentang gelar penetapan tersangka.

  1. Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, proses gelar perkara penetapan tersangka yang dilakukan oleh Termohon bertentangan dengan Perkap Nomor 6 tahun 2019 dan melangkahi strukturisasi manejemen penyidikan tindak pidana serta cacat secara prosedural maka dapat dikatakan penetapan tersangka Pemohon dinyatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan.

 

  1. PENETAPAN TERSANGKA PEMOHON TIDAK SAH KARENA TIDAK DIDASARI BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP

 

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 14 KUHAP disebutkan : “Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”;
  2. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah memberikan penafsiran Frasa “Bukti permulaan yang cukup”sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2015;
  3. Bahwa dalam Perkapolri 6/2019 juga di atur ketentuan:

Pasal 25 ayat (1) :

  •  
  1. Bahwa Penetapan Tersangka yang dilakukan Termohon terhadap Pemohon dilaksanakan tanpa melalui mekanisme gelar perkara setelah dilakukan proses penyelidikan dalam perkara aquo sebagaimanaketentuan dalam Pasal 9 ayat 1 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;

 

  1. Bahwa Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka berdasarkan surat ketetapan Nomor : S.Tap/10/XI/2021/Reskrim, tanggal 02 November 2021 Tentang Penetapan Tersangka;

 

  1. Bahwa penetapan Pemohon sebagai tersangka oleh Termohon adalah sesuatu yang sangat dipaksakan dan terlalu prematur serta tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :21/PUU-XII/2015 dan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 yang akan diuraikan sebagai berikut :
  1. Pemohon menjadi tersangka dengan dugaan tindak pidana dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Ayat (1) KUHPidana Subs. Pasal 406 Ayat (1) KUHPidana sebagaimana surat ketetapan Nomor : S.Tap/10/XI/2021/Reskrim, tanggal 02 November 2021 Tentang Penetapan Tersangka;
  2. Faktanya kejadian Pengerusakan terhadap suatu barang sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/B/17/VII/2021/SPKT/POLSEK LAINEA/RES KONSEL/POLDA SULTRA apabila disesuaikan denganlocus delicti (tempat/lokasi terjadinya tindak pidana) dantempus delicti(waktu terjadinya tindak pidana), pengusakan barang tersebut terjadi pada hari minggu sekitar pukul 09:00 WITAtertanggal 11 juli 2021, sedangkan Pemohon sekitar pukul 11:40WITAtertanggal 11 juli 2021 baru berangkat sendirian dari rumahnya beralamat di Desa Rambu-Rambu menggunakan sepeda motor hendak menuju lokasi kebun orang tua Pemohon dengan tujuan untuk mengecek pekerjaan para pekerja harian yang pada saat itu berkerja membabat rumput di lahan orang tua Pemohon yang juga berhadapan dengan lokasi kejadian pengusakan tersebut;
  3. Sesampainya Pemohon di lokasi kebun orang tuanya, Pemohon langsung memarkirkan motornya dan langsung mengecek pekerjaan para pekerja tetapi di lokasi kebun orang tuanya tersebut sudah tidak ada lagi orang yangmelakukan bekerja;
  4. KetikaPemohon masih berdiri di atas tanah atau kebun milik orang taunya seketika Pemohon juga melihat di atas lokasi TKPperkara a quo dimana kondisi pagar telah roboh dan rusak serta ada beberapa tanaman jagung yang rusak dan juga terpotong adapun rumah yang rusak Pemohon hanya melihatnya dari kejauhan saja;
  5. Setelah Pemohon berada di lokasi milik orangtunyasekitar setengah jam, Pemohon langsung bergeser dan berpindah tempat menuju rumah kebun milik Bapak Tamogowe;
  6. Bahwa sekitar pukul 12.00 WITA sesampainya Pemohon di rumah kebun milik bapak Tamogowe (Om Pemohon), Pemohon bertemu dengan kakaknya atas nama Ridha dan Pemohon bertanya sama kakanya siapa yang kasih rusak pagar dan ada asap di lokasi dengan sepontan Ridha menjawab “saya yang merusaknya”;
  7. Bahwa sekitar pukul 12.30 WITA Pemohon mengitari lokasi jagung dan kembali kedepan menuju ke rumah orang tua Pemohon bertemu dengan kepala desa Aipodu, Babinkantibmas serta melihat   Ridha dan agus sedang adu argumentasi tentang kepemilikan tanah;
  8. Bahwa setelah itu Pemohon melihat parang di tunggak pagar dan mengambil parang tersebut karena melihat saudara agus menuju ke arah pemohon dengan membawa parang yang dimana jaraknya kurang lebih 10 meter dari kepala desa Aepodu;
  9. Bahwa pada pukul 14.00 WITA Pemohon pulang bersama-sama dengan Kepala Desa Aepodu, Babinkantibnas dari lokasi;
  1. Bahwa berdasarkan uraian dan kronologi tersebut di atas menjadi tanda tanya besar ??????? bagaimana Termohon bisa semudah itu menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dasar “bukti permulaan yang cukup” sedangkan apabila dihubungkan dengan tempus delicti(waktu kejadian tindak pidana) perkara a quo,terjadi perbedaan waktu yang antara pembuatan pengerusakan dan kedatangan Pemohon yang berdekatan dengan lokasi kejadian serta apabila di hubungkan dengan locus delicti (tempat kejadian pengerusakan) perkara a quo, tidak perna sekalipun Pemohon berada dalam wilayah atau lokasi tenjadinya pengerusakan oleh karena sebagaimana uraian di atas Pemohon berada dan berdiri di atas tanah milik orangtuanya;
  2. Sehingga oleh karena menurut Pemohon tidak terpenuhinya ketentuan dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor : 21/PUU-XII/2015 dan Perkap Nomor 6 Tahun 2019 maka penetapan tersangka Pemohon sebagai tersangka tidak sah dan tidak berdasar hukum karena tidak didasari oleh bukti permulaan yang cukup (minimal dua alat bukti yang sah) dan bertentangan dengan locus delicti dan tempus delictiterhadap perkara a quo;
  3. Berdasarkan uraian di atas, maka tindakan atau proses penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon terkait penetapan tersangka, Pemohon secara hukum adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat;

 

  1. Bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan tersangka Pemohon dengan melanggar ketentuan hukum yang berlaku telah mengakibatkan kerugian materil dan immateril yang tidak dapat di hitung dengan uang, namun untuk kepastian hukum dengan ini Pemohon menetukan kerugian yang di derita adalah sebesar Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah);

 

 

Bahwa berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, maka Pemohon meminta kepada Hakim Pengadilan Negeri Andoolo berkenan untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut :

  1. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

 

  1. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/06/IX/2021/Reskrim, tanggal 22 September 2021 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

 

  1. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Pemohon berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka Nomor : S.Tap/10/XI/2021/Reskrim, Tanggal 02 November 2021 tentang penetapan tersangka adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

 

  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang di keluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri para Pemohon;
  2. Menghukum Termohon untuk membayar ganti kerugian kepada para Pemohon sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah);
  3. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo;

Atau apabila Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

KUASA HUKUM PEMOHON

 

 

 

 

OLDI APRIANTO, S.H.,

 

 

 

IRAIDIN, S.H.,

 

 

SIDHIK NURMANJAYA, S.H.,

 

 

 

FITRA MASALISI, S.H.,

 

 

ARLI ZULKARNAEN, S.H.,

 

 

 

ALFAN PATHRIANSYAH MASAGALA, S.H., M.H.,

 

 

 

AHMAD FAIRIN, S.H.,

 

 

TULUS BUDI SANTOSO, S.H.,

Pihak Dipublikasikan Ya